Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Menaikkan PT Dinilai Hanya Akan Buang-buang Suara

Kompas.com - 14/01/2020, 11:54 WIB
Sania Mashabi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti sistem pemilu dari Perludem Khairunnisa Nur Agustyati berpendapat, usul menaikkan ambang batas parlemen alias parliamentary threshold hanya akan meningkatkan suara yang terbuang dalam pemilu.

Ia kurang setuju jika ada pernyataan bahwa menaikkan parliamentary threshold berdampak pada penyederhanaan jumlah partai politik.

"Terkait peningkatan parliamentary threshold menjadi lima persen selama ini dianggapnya sebagai upaya menyederhanakan sistem kepartaian. Tapi pada kenyataannya, ini hanyalah upaya short cut saja," ujar Khairunnisa saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/1/2020).

"Yang ada adalah justru semakin meningkatkan suara terbuang," lanjut dia.

Baca juga: PKS Dukung PDI-P Soal Kenaikan Ambang Batas Parlemen Jadi 5 Persen, tapi...

Perludem sendiri sudah membuat penelitian mengenai jumlah ideal ambang batas parlemen dalam pemilu.

Menurut Perludem, batas ideal parliamentary threshold pemilu di Indonesia yakni sebesar satu persen saja.

"Kalau dari kajian Perludem yang berdasarkan rumusan untuk menghitung PT, sebenarnya angka yang tepat untuk Indonesia adalah satu persen," ungkap Khairunnisa.

"Ada rumusan matematika pemilu untuk menghitung besaran PT. Kalau dihitung berdasarkan rumus tersebut, angka yang pas satu persen," lanjut dia.

Menurut Perludem, batas satu persen itu adalah angka yang ideal demi mengarah pada penyederhanaan sistem kepartaian.

Baca juga: Politisi PAN Tak Sepakat Usulan PDI-P Ambang Batas Parlemen Jadi 5 Persen

Diberitakan, usulan kenaikan parliamentary threshold sebesar lima persen baru-baru ini direkomendasikan PDI Perjuangan melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas).

Hasil dari Rakernas PDI-P melahirkan sembilan rekomendasi partai.

"Rekomendasi ada sembilan poin, mencakup bagaimana komitmen PDI-P di dalam membumikan ideologi Pancasila, menjaga NKRI kebinekaan kita, dan juga bagaimana kita bergotong royong bersama," kata Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto seusai penutupan Rakernas, Minggu (12/1/2020).

Dari sembilan rekomendasi itu, salah satunya mendorong DPP serta Fraksi DPR RI PDI-P untuk memperjuangkan perubahan Undang-Undang Pemilu.

UU Pemilu didorong mengatur mekanisme pemilu kembali menggunakan sistem proporsional daftar tertutup.

Baca juga: PDI-P Sebut Usulan Kenaikan Ambang Batas Parlemen untuk Sederhanakan Jumlah Partai

Dalam sistem ini, pemilih akan memilih partai dan bukan memilih anggota partai yang mewakili daerah pemilihan.

Ambang batas parlemen juga didorong ditingkatkan dari empat persen menjadi sekurang-kurangnya lima persen.

Selain itu, UU Pemilu juga direkomendasikan untuk memberlakukan ambang batas parlemen secara berjenjang, yaitu persen DPR RI, 4 persen DPRD Provinsi dan 3 persen DPRD Kabupaten/Kota.

"Perubahan district magnitude yaitu 3-10 Kursi untuk DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota dan 3-8 Kursi untuk DPR RI, serta memoderasi konversi suara menjadi kursi dengan sainte lague modifikasi dalam rangka mewujudkan presidensialisme dan pemerintahan efektif, penguatan serta penyederhanaan sistem kepartaian, serta menciptakan pemilu murah," ujar Hasto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com